Pengertian Filsafat, Persamaan dan Perbedaan Berfikir Biasa dan Berfikir Filsafat, Jenis-Jenis Filsafat.
Pengertian Filsafat, Persamaan dan Perbedaan
Berfikir Biasa dan Berfikir Filsafat, Jenis-Jenis Filsafat.
1.
Pendahuluan
Ada dua unsur yang
mewarnai dunia. Unsur tersebut ialah agama dan filsafat. Agama dan filsafat
merupakan pandangan hidup bagi manusia. Agama yaitu peraturan tentang cara
hidup, sedangkan filsafat pokok dalam pengetahuan yang berasal dari akal
manusia.
Orang yang pertama kali
menggunakan akal secara serius ialah thales (624-546 SM ). Ia digelari sebagai bapak
filsafat. Karena ia mengajukan pertanyaan Arche dari dari alam semesta. Adapun
hasil kerja akal yang mulai mengagetkan manusia awam pertama kali dilontarkan
oleh heraklitus (500-an SM). Ia mengatakan yang sungguh-sungguh ada, yang
hakikat ialah gerak dan perubahan.Lalu filosof lain, parmanides membuktikan
bahwa yang hakikat, yang sungguh-sungguh ada ialah diam, tetap,tak berubah, tak
bergerak.
Pada
zaman yunani, filsafat muncul disebabkan oleh pertanyaan dari ketakjuban pada
alam. Pada masa modern saat ini pertanyaan muncul dikarenakan kesangsian. Dari
kesangsian inilah menyebabkan pikiran bekerja. Pikiran bekerja menimbulkan
filsafat. Jadi, ingin tahu itulah pada dasarnya penyebab timbulnya filsafat.
2.
Pembahasan
a. Pengertian
filsafat
Kata filsafat berasal
dari kata yunani filosofia, yang bersal dari kata kerja filosofein yang berarti
mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata yunani
philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau
philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut
lahirlah kata inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai cinta
kearifan.[1]
Arti kata diatas belum
memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat, sebab pengertian
mencintai belum memperlihatkan keaktifan seseorang untuk memperoleh kearifan
atau kebijaksanaaan itu.
Menurut pengertian yang lazim berlaku di timur
(tiongkok atau di india), seseorang disebut filosof bila di telah mendapatkan
atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di barat, kata mencintai
tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filosof atau orang
bijaksana mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di timur.
Dari segi bahasa,
filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keinginan
yang mendalam untuk menjadi bijak.[2]
Orang pertama yang
memakai kata filsafat adalah phyragoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap
cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya “ahli pengetahuan”. Phytagoras
mengatakan bahwa pengetahuan dalam artian luas tidak sesuai untuk manusia
karena kapasitas manusia terbatas. Manusia tidak akan mampu menghadapi
kesulitan dan dinamika alam dalam proses memperoleh pengetahuan. Meskipun
manusia menghabiskan seluruh usianya, ia tidak akan mampu mencapainya. Jadi,
pengetahuan hanya sesuatu yang diambil sebagiandari filsafat, bukan
keseluruhannya. Oleh karena itu, manusia bukan ahli pengetahuan, melainkan
pencari dan pecinta pengetahuan.
Secara mendasar
filsafat adalah hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh untuk menemukan
kebenaran sejati.[3]
Kata kunci mencapai kebenaran sejati ialah adanya pengatahuan. Dengan
pengetahuan, maka akan terjadi persatuan antara subjek dan objek. Dengan kata
lain, pada saat subjek memiliki pengetahuan mengenai objek, maka subjek dapat
memasuki diri objek dan terjadilah kontak hubungan. Maka tampak bahwa dalam
cinta terkandung suatu kecendrungan yang dinamis kearah pengetahuan tentang
objek yang semakin jauh, mendalam, serta lengkap.
Berfikir secara
filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai hakikat,
atau berfikir secara global/ menyeluruh,
atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang
ilmu pengetahuan. Berpikir demikian sebagai upaya untuk dapat berpikir secara
tepat dan benar serta dapat dipertanggung jawabkan.
Kegiatan kefilsafatan
sesungguhnya berupa perenungan. Perenungan tersebut untuk menyusun suatu bagan
yang konsepsional, tidak boleh memuat pernyataan-pernyataan yang sifatnya
kontrakdiktif, hubungan bagian yang satu dengan yang lainnya harus logis, dan
harus mampu memberi penjelasan tentang pandangan dunia.
Adapun Pengertian
filsafat secara umum yang lainnya ialah filsafat adalah ilmu, meskipun bukan
ilmu yang biasa, yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk
memperoleh kebenaran. Bolehlah filsafat disebut sebagai suatu usaha untuk
berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berfikir yang mengupas sesuatu
sedalam-dalamnya.[4]
Filsafat merupakan
kebebasan berfikir mengenai segala sesuatu yang mengacu pada hukum keraguan atas segala hal secara kontemplatif
dengan cara berfikir sistematis, logis dan radikal.[5]
Dalam memberikan
pendapat mengenai pengertian filsafat para filosof memiliki perbedaan, beberapa
dianntaranya :
1) Menurut
konsep plato, ia memberikan istilah dengan dialektika yang berarti seni
berdiskusi. Dikatakan demikian karena filsafat harus berlangsung sebagai upaya
memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku. Kearifan atau pengertian
intelektual yang diperoleh lewat proses pemeriksaan secara kritis ataupun
dengan berdiskusi.
2) Menurut
alfarabi, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari
segala yang ada.
ﺍﻠﻌﻟﻢﺒﻠﻣﻭﺠﺩﺍﺕﺒﻣﺎﻫﻲﺍﻟﻣﻭﺟﺩﺍﺖ
3) Menurut
rene descartes, filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan dimana tuhan,
alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
4) Aristoteles
berpendapat bahwa kewajiban berfilsafat ialah menyelidiki sebab dan asa segala
benda dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
5) Ibnu
sina membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek , yang keduanya
berhubungan dengan agama, dimana dasarnya terdapat dalam syariat tuhan , yang
penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.
b. Perbedaan
dan persamaan berfikir biasa dan berfikir filsafat
Pada saat ini telah
banyak orang yang salah mengartikan berfikir filsafat. Mereka hanya berpatokan
pada kata berfikir atau kerja akal, namun itu salah. Filsafat timbul dari
sebuah pertanyaan yang menginginkan kepastian. pertanyaan filsafat bukan pertanyaan sembarangan.
Pertanyaan filsafat ialah pertanyaan yang berbobot. Pertanyaan yang dangkal
seperti “apa rasa gula?” itu bukanlah filsafat karena dapat dijawab oleh lidah,
atau pertanyaan “ pada tahun berapa tanaman kopi berbuah?” pertanyaan ini
juga dapat dijawab oleh riset.
Sedangkan pertanyaan
filsafat ialah seperti pertanyaan yang diutarakan oleh thales ia berkata “ what
is the nature of the world stuff?” pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh
indra manusia dan juga sains. Thales menjawab air. Didasarkan dengan
pernyataannya “water is the basic principle of the universe”. Ia mengatakan
karna air dapat menjadi berbagai ujud, dan Menurut thales semua berasal dari
air, dan semuanya kembali menjadi air. Bahwa bumi terletak di atas air, dan
bumi merupakan bahan yang muncul dari air dan terapung diatasnya.
Filsafat sejati
haruslah berdasarkan pada agama. Apabila filsafat tidak berdasarkan pada agama
dan filsafat hanya semata-mata berdasarkan akal pikir saja, filsafat itu tidak
akan memuat kebenaran objektif karena yang memberikan penerangan dan putusan
adalah akal pikiran. Sementara itu, kesanggupan akal pikiran terbatas sehingga
filsafat yang hanya berdasarkan pada akal pikir semata-mata akan tidak sanggup
memberi kepuasan bagi manusia, terutama dalam rangka pemahamannya terhadap yang
ghaib.[6]
Berpikir secara filsafat berbeda dengan
berpikir secara biasa, berpikir filsafat menuntut seseorang untuk berfikir yang
bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Sehingga orang yang berfilsafat
berarti orang tersebut berupaya melakukan pemikiran yang mendalam dan
sistematis tertang berbagai permasalahan yang berkembang agar memiliki posisi
dan pandangan yang jelas tentang
suatu permasalahan tersebut.[7]
Sedangkan berpikir biasa adalah berfikirnya
orang awam, yaitu berfikirnya masih tercampur, tidak berpola dan tidak
sistematis. Berpikir merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh semua orang,
tidak hanya dilakukan oleh kalangan tertentu melainkan oleh semua kalangan
masyarakat. Namun tidak semua orang berpikir secara filsafat dalam kehidupan
sehari-harinya, padahal berfikir filsafat sangatlah penting untuk semua orang
dalam rangka menjalani aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi
sebuah permasalahan.
Manfaat dari berpikir secara filsafat adalah :
mengajarkan cara berpikir kritis, sebagai dasar dalam mengambil keputusan,
menggunakan akal secara proporsional, membuka wawasan berpikir menuju kearah
penghayatan, dan masih banyak lagi. Itulah sebabnya mengapa setiap orang
diharapkan untuk selalu berfikir filsafat kapanpun, dimanapun, dan dalam
situasi apapun ia berada.
Filsafat mendasarkan
pada otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap kenyataan dan
pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia.
Berfikir Biasa adalah berfikir dengan menggunakan akalnya secara
sederhana untuk memperoleh pengetahuan terutama dalam menghadapi
masalah-masalah kehidupan, sehingga manusia dapat mempertahankan hidupnya.
Berfikir Filsafat adalah berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah
tertentu secara disiplin dan mendalam sehingga setiap masalah/subtansi mendapat
pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban dengan cara yang
benar sebagai manifestasi kencintaan pada kebenaran.[8]
Berpikir
secara filsafat berbeda dengan berpikir secara biasa, berpikir filsafat
menuntut seseorang untuk berfikir yang bersifat menyeluruh, mendasar dan
spekulatif. Sehingga orang yang berfilsafat berarti orang tersebut berupaya
melakukan pemikiran yang mendalam dan sistematis tertang berbagai permasalahan
yang berkembang agar memiliki posisi dan pandangan yang jelas tentang
suatu permasalahan tersebut. Sedangkan berpikir biasa adalah berfikirnya orang
awam, yaitu berfikirnya masih tercampur, tidak berpola dan tidak sistematis.
Berpikir merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh semua orang, tidak hanya
dilakukan oleh kalangan tertentu melainkan oleh semua kalangan masyarakat.
Namun tidak semua orang berpikir secara filsafat dalam kehidupan
sehari-harinya, padahal berfikir filsafat sangatlah penting untuk semua orang
dalam rangka menjalani aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi
sebuah permasalahan.
Manfaat
dari berpikir secara filsafat adalah : mengajarkan cara berpikir kritis,
sebagai dasar dalam mengambil keputusan, menggunakan akal secara proporsional,
membuka wawasan berpikir menuju kearah penghayatan, dan masih banyak lagi.
Itulah sebabnya mengapa setiap orang diharapkan untuk selalu berfikir filsafat
kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun ia berada.
Jadi, kesimpulan dari
uraian di atas ialah berfilsafat berarti berfikir artinya berfikir dengan
bermakna dalam arti berfikir itu ada manfaatnya, maknanya dan tujuannya,
sehingga mudah untuk direalisasikan dari berfikir itu karena sudah ada acuan
dan tujuan yang pasti/sudah ada planing dan controlnya. dan yang paling utama
hasil dari berfikir itu bermanfaat bagi orang banyak. tapi berfikir tidak
berarti berfilsafat, karena isi dari berfikir itu belum tentu bermakna atau
mempunyai tujuan yang jelas atau mungkin hanya khayalan saja.
Untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel perbedaan berfikir filsafat dan berfikir biasa berikut :
Berfikir
filsafat
|
Berfikir
biasa
|
|
bersifat menyeluruh
|
Bercampur (khusus dan global)
|
|
Mendasar dan koheren
|
Tidak berpola
|
|
Spekulatif dan rasional
|
Tidak sistematis
|
|
Sistematis
|
Terkadang berupa khayalan
|
|
Bersifat kritis
|
||
Konsepsional dan mengarah pada
pandangan dunia
|
||
c. Jenis-jenis
filsafat
Ada tiga jenis filsafat, yakni[9] :
1. Filsafat
sebagai analisis
Filsafat sebagai analisis berarti bahwa
filsafat merupakan suatu analisis terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh
manusia dalam kehidupan sehari-hari
2. Filsafat
sebagai sintesis
Filsafat sebagai sintesis berarti
bahwa filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mensintesiskan pengalaman dan
pengetahuan ke dalam suatu visi atau pandangan mengenai realitas.
3. Filsafat
sebagai pencarian makna hidup
Filsafat pun
dapat menawarkan pemikiran mengenai makna hidup. Filsafat jenis ini dinamakan
filsafat hidup, karena mencoba mencari jawaban mengenai pertanyaan-pertanyaan
tentang makna hidup.
Beberapa jenis
pemikiran filsafat :
1) Rasionalisme
2) Idealisme
3) Empirisme
4) Realisme
5) Materialisme
6) Absurdisme
7) Eksistensialisme
8) Nihilisme
Adapun filsafat dapat
dikelompokkan menjadi 4 bidang induk sebagai berikut :
1) Filsafat
tentang pengetahuan, terdiri dari :
a. Epistemologi
b. Logika
c. Kritik
ilmu-ilmu
2) filsafat
tentang keseluruhan kenyataan, terdiri dari :
a. metafisika
umum (ontologi)
b. metafisika
khusus
3) filsafat
tentang tindakan
a. etika
b. estetika
4) sejarah
filafat
Ciri-ciri berfikir filsafat :
1. Radikal
2. Kritis
3. Rasional
4. Reflektif
5. Konseptual
6. Koheren
7. Konsisten
8. Sistematis
9. Methodis
10. Komperensif
11. Bebas
dan bertanggung jawab
3.
Penutup
Secara mendasar
filsafat adalah hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh untuk menemukan kebenaran
sejati. Kata kunci mencapai kebenaran sejati ialah adanya pengatahuan. Dengan
pengetahuan, maka akan terjadi persatuan antara subjek dan objek. Dengan kata
lain, pada saat subjek memiliki pengetahuan mengenai objek, maka subjek dapat
memasuki diri objek dan terjadilah kontak hubungan. Maka tampak bahwa dalam
cinta terkandung suatu kecendrungan yang dinamis kearah pengetahuan tentang
objek yang semakin jauh, mendalam, serta lengkap.
Berpikir
secara filsafat berbeda dengan berpikir secara biasa, berpikir filsafat
menuntut seseorang untuk berfikir yang bersifat menyeluruh, mendasar dan
spekulatif. Sehingga orang yang berfilsafat berarti orang tersebut berupaya
melakukan pemikiran yang mendalam dan sistematis tertang berbagai permasalahan
yang berkembang agar memiliki posisi dan pandangan yang jelas tentang
suatu permasalahan tersebut. Sedangkan berpikir biasa adalah berfikirnya orang
awam, yaitu berfikirnya masih tercampur, tidak berpola dan tidak sistematis.
Berpikir merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh semua orang, tidak hanya
dilakukan oleh kalangan tertentu melainkan oleh semua kalangan masyarakat.
Namun tidak semua orang berpikir secara filsafat dalam kehidupan
sehari-harinya, padahal berfikir filsafat sangatlah penting untuk semua orang dalam
rangka menjalani aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi sebuah
permasalahan.
[1] Asmoro
achmadi, filsafat umum, pt rajagrafindo persada, jakarta, 2007. Hal 1.
[2] Ahmad tafir,
filsafat umum, PT remaja rosdakarya: akal dan hati sejak thales sampai capra,
bandung, 2009, hal 10.
[3] Muhammad mufid,etika dan filsafat komunikasi, kencana,
jakarta, 2009. Ed. 1. Cet.1, hal. 4.
[4] Ibid.
Hal. 8
[5] Rahmat,
filsafat administrasi, CV pustaka setia, bandung, 2013. Cet. 1. Hal 4.
[6]
Asmoro achmadi, filsafat umum, pt rajagrafindo persada, jakarta, 2007. Hal 18
[7]
Alina Reviananda, berpikir
filsafat, makalah, minggu 06 maret 2016
[8] Dwi Febrianti,
tugas filsafat komunikasi, opini,minggu 06 maret 2016.
[9] Zainal abidin,
pengantar filsafat barat, rajawali pers, jakarta, 2014.
Mohon tinggalkan jejaknya yaa
BalasHapus