Entri yang Diunggulkan

Pengertian Filsafat, Persamaan dan Perbedaan Berfikir Biasa dan Berfikir Filsafat, Jenis-Jenis Filsafat.

 Pengertian Filsafat, Persamaan dan Perbedaan Berfikir Biasa dan Berfikir Filsafat, Jenis-Jenis Filsafat.       1.     Pendahuluan Ada dua unsur yang mewarnai dunia. Unsur tersebut ialah agama dan filsafat. Agama dan filsafat merupakan pandangan hidup bagi manusia. Agama yaitu peraturan tentang cara hidup, sedangkan filsafat pokok dalam pengetahuan yang berasal dari akal manusia. Orang yang pertama kali menggunakan akal secara serius ialah thales (624-546 SM ). Ia digelari sebagai bapak filsafat. Karena ia mengajukan pertanyaan Arche dari dari alam semesta. Adapun hasil kerja akal yang mulai mengagetkan manusia awam pertama kali dilontarkan oleh heraklitus (500-an SM). Ia mengatakan yang sungguh-sungguh ada, yang hakikat ialah gerak dan perubahan.Lalu filosof lain, parmanides membuktikan bahwa yang hakikat, yang sungguh-sungguh ada ialah diam, tetap,tak berubah, tak bergerak. Pada zaman yunani, filsafat muncul disebabkan ol...

Pengertian Kebenaran Dan Jenis-Jenis Kebenaran



Pengertian Kebenaran Dan Jenis-Jenis Kebenaran
A.  PENDAHULUAN
Kebenaran adalah hal yang mutlak diperlukan oleh manusia karena kebenaran berguna untuk membuktikan suatu kebenaran dari teori ataupun pengetahuan yang telah kita dapat. Kebenaran juga merupakan suatu bentuk rasa ingin tahu yang dimiliki manusia. Rasa ingin tahu terbentuk dari adanya kekuatan akal yang dimiliki manusia yang selalu igin megetahui, mencari dan memahami serta memanfaatkan kebenaran yang telah ia dapatkan dalam hidupnya.
Manusiamencarikebenarandenganberpikirkarena, Berpikir merupakan suatu aktivitas manusia untuk menemukan kebenaran, apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan sebuah ukuran kebenaran.
B.  PEMBAHASAN
1.    Pengertian kebenaran
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran maka sifat asasinya akan terdorong pula untuk melakukan kebenaran tersebut.[1] Maksud dari pernyataan tersebut dapat kita lihat dari uraian berikut.
Manusia selalu mencari kebenaran, maksudnya manusia selalu mencari tahu kebenaran yang diterima indranya. Setiap rangsangan yang diterima indranya akan dipertanyakan oleh akalnya. Hal tersebut terjadi karena manusia dan hewan sama-sama menikmati fungsi pancaindra, namun manusia berbeda dengan hewan karena manusia dianugrahkan Allah swt. Akal budi dan kemampuan berpikir yang mamungkinkan untuk mengadakan tinjauan dan pembahasan terhadap hal dan peristiwa dan menyimpulkan berbagai kesimpulan dari premis-premis. [2] Apakah sesuatu itu sama dengan apa yang terlihat.  Jika ia telah mengerti dan memahami kebenaran itu maka sifat asasinya akan terdorong pula untuk malakukan kebenaran tersebut. Maksud dari kalimat tersebut yaitu kebenaran yang sudah tidak ditentang oleh akal dan norma yang berlaku maka secara alamiah manusia itu akan mengikuti kebenaran itu. Namun sedikit berbeda dengan kebenaran wahyu. Meskipun logika  manusia menentang suatu peristiwa diluar batas kesanggupan manusia, namun, ia tetap mengikutinya karena kebenaran peristiwa itu bersifat rasional. Contohnya adalah mukjizat yang ada pada para nabi.
Berpikir merupakan suatu aktivitas manusia untuk menemukan kebenaran, apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan sebuah ukuran kebenaran. Berpikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu atau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alam fisikpun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan.
Semua ilmu pengetahuan memiliki tujuan untuk mencapai kebenaran. Dlam hal ini kita membicarakan kebenaran ilmiah, an dalam membicarakan kebenaran ilmiah ini kita tidak bisa lepas dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana ilmu itu dapat digunakan dan dimanfaatkan manusia. Disamping itu, untuk mendapatkannya juga harus melalui tahap atau metode ilmiah.
Cara mencari kebenaran dapat dipandang sebagai ilmiah jika dilakukan melalui penelitian.penelitian dan proses berpikir merupakan dua sisi yang saling mengisi dari segi proses maupun tujuannya. Ditinjau dari sisi proses, penelitian dan berpikir harus dilakukan secara sistematis, dan didukung oleh bukti, dan dilihat  dari sisi produk, penelitian dan berpikir ditujukan untuk menemukan kebenaran.
Bagi orang  yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mereka memiliki sistem kepercayaan, bahwa segala sesuatu harus diterima sebagai kebenaran jika bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng.[3] Artinya mereka tidak akan menerima kebenaran jika itu berasal dari akal pikir (logos), dan yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber pada mitos tersebut.
Kebenaran juga merupakan fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat, bahkan tingkat tersebut bersifat hierarkis. Kebenaran yang satu dibawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami ada kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual ada pula kebenaran umum universal.

2.    Jenis-jenis kebenaran
Tujuan pengetahuan pada umumnya adalah mencapai kebenaran.namun permasalahannya bukan sampai disitu saja. Problem kebenaran inilah yang memicu tumbuh dan berkembangnya epistemologi. Telaah mengenai epistemologi terhadap kebenaran membawa orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan jenis kebenaran :[4]
a.    Kebenaran epistemologis
Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Adapun teori yang menjelaskan kebenarna epistemologis adalah sebagai berikut :
1)   Teori korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran atau sesuatu yang dianggap benar itu apabila ada kesesuaian atau correspondence antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Namun dengan artian yang lebih singkat, kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan dengan fakta yang sebenarnya. Dalam artian ini akan disajikan sebuah contoh pernyataan yaitu ‘jakarta adalah ibukota republik indonesia’. Pernyataan ini akan dikatakan benar karena jakarta memang adanya ibukota republik indonesia. Kebenaran ini terletak pada hubungan antara pernyataan dengan kenyataan. Adapun pernyataan yang dikatakan tidak benar jika pernyataan itu tidak sesuai dengan kenyataan seperti pernyataan ‘padang adalah ibukota republik indonesia’.
Dengan teori ini kita akan berpandangan bahwa kenyataan menimbulkan anggapan bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui pengindraan atau pengalaman.




2)   Teori koherensi tentang kebenaran
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri.
Dengan kata lain suatu putusan akan dikatakan benar bila putusan baru berhubungan dengan putusan yang telah diketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu.
3)   Teori pragmatisme tentang kebenaran
Menurut teori yang dikembangkan  oleh william james di amerika serikat ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata tergantung kepada asan manfaat. Sesuatu akan dikatakan benar jika sesuatu tersebut mendatangkan manfaat dan akan dikatakan tidak benar jika tidak mendatangkan manfaat.
4)   Agama sebagai teori kebenaran
Manusia merupakan makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, maupun mengenai tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio dan reason manusia, dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari tuhan.
Manusia mencari kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang berbagai masalah dari kitab suci. Suatu hal akan dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran atau ketetapan agama yaitu wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Jadi, kebenaran agama adalah kebenaran mutlak yaitu kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat.

b.    Kebenaran ontologis
Kebenaran ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Dengan kata lain kebenaran ontologis adalah kebenaran yang merupakan sifat dasar atau yang melandasi pada hakikat sesuatu yang telah diketahui atau telah ada dan diadakan.
c.    Kebenaran semantis
Kebenaran semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa.
Kebenaran merupakan sifat yang nyata yang memiliki suatu fakta secara empiris. Kebenaran akan didapatkan oleh seseorang melalui penalaran yang dilakukan oleh manusia untuk memaknai suatu anggapan umum. Kebenaran bukanlah suatu hal yang mudah didapatkan dengan hanya merenung, melainkan dalam penerapannya untuk mendapatkan kebenaran haruslah kita berpikir dan menalarkan apa yang terjadi.
Secara mendasar, filsafat merupakan hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh untuk menemukan kebenaran sejati.[5] Untuk itu pada masa yunani klasik, para filosof menggunakan filsafat untuk meraih kebenaran sejati. Kata kunci mencapai kebenaran sejati ialah adanya pengatahuan. Dengan pengetahuan, maka akan terjadi persatuan antara subjek dan objek. Dengan kata lain, pada saat subjek memiliki pengetahuan mengenai objek, maka subjek dapat memasuki diri objek dan terjadilah kontak hubungan. Maka tampak bahwa dalam cinta terkandung suatu kecendrungan yang dinamis kearah pengetahuan tentang objek yang semakin jauh, mendalam, serta lengkap.


Adapun beberapa pemikiran filsafat mengenai kebenaran, diantaranya :[6]
1.              Rasionalisme
Seorang Penganut rasionalisme akan berpikir bahwa segala pemahaman dan pengetahuan yang ada di dunia ini berasal dari sebuah rasio –Masih ingat dengan Pythagoras yang menganggap segala sesuatu pada hakikatnya adalah angka? Karena itu, filsafat rasionalisme mengukur kebenaran hanya selama kebenaran itu bisa diukur oleh nalar, atau dengan kata lain, tingkat intelektualitas sangat diperhatikan di sini.
Rasionalisme menyatakan kebenaran selama kebenaran itu ditemukan melalui pembuktian, proses berlogika, dan proses menganalisis fakta atau kenyataan yang ada. Karena itu, iman, kebenaran yang bersifat dogmatif, atau bahkan ajaran agama, dianggap tidak dapat mencapai kebenaran itu.
2.              Idealisme
Ini akan berhubungan dengan Plato, yang mengemukakan tentang konsep ide. Menurut Plato, dunia ini dibagi menjadi dunia realitas dan dunia ide. Dimana realitas hanyalah proyeksi dari ide, karena itu, yang nyata sebenarnya adalah dunia ide itu sendiri.
Filsafat Idealisme berarti menekankan bahwa hal-hal yang bersifat ide adalah benar, sedang realitas dijelaskan sebagai sebuah gelaja psikis, hasil olah pikiran, dan lain-lain yang bukan berkenaan dengan materi.
3.              Empirisme
Empirisme berorientasi pada kenyataan bahwa pengetahuan akan terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji (atau setidaknya kaum Empiris menyatakan seperti itu). Sederhananya, Empirisme menolak kebenaran yang tidak dapat diamati atau diuji, karena kebenaran seperti itu dianggap sama saja tidak ada.
Filsafat ini dikatakan berhubungan dengan lahirnya ilmu pengetahuan modern dimana kebenaran dicari dengan penerapan metode ilmiah (Dengan asumsi bahwa ilmu selalu berbicara tentang kebenaran, tentunya). Tokoh-tokonya antara lain David Hume, George Berkeley, dan John Locke, yang mana selanjutnya bisa kita sebut tiga eksponen Empirisme. Kebetulan mereka bertiga adalah orang Inggris, jadi kita juga bisa menyebut bahwa Empirisme lahir di Inggris.
4.      Realisme
Filsafat Realisme berpandangan apa yang bisa dianggap benar tidak harus terbatas pada pengalaman indrawi maupun gagasan yang dibentuk dalam pikiran.
5.      Materialisme
Filsafat materialis pada dasarnya menganggap semua hal yang pantas dianggap benar haruslah berbentuk materi, dengan kata lain, kebenaran itu harus memiliki wujudnya. Karena pada dasarnya semua aspek kehidupan ini tersusun oleh materi dan semua fenomena yang melingkupinya (kehidupan) juga merupakan hasil interaksin antara materi tersebut.
6.      Absurdisme
Absurdisme didasarkan pada pandangan bahwa usaha manusia untuk mencari arti (kebenaran mana yang paling benar) dari kehidupan adalah sebuah tindakan sia-sia, yang hanya akan berakhir dengan kegagalan. Kenyataannya manusia selalu memiliki kencendrungan untuk melakukan pencarian arti dan kebenaran ini, maka hal inilah yang oleh Absurdisme dipandang sebagai sebuah tindakan yang tidak masuk akal, mustahil, dan percuma saja.


7.      Eksistensialisme
seorang eksistensialis akan memahami kebenaran sebagai sesuatu yang relatif, dan karena itu, setiap orang berhak dengan bebas menentukan mana yang dianggapnya benar.
8.      Nihilisme
Nihilisme adalah paham filsafat yang memandang bahwa dunia ini, terutama eksistensi dari manusia, tidak memiliki tujuan sama sekali. Pandangan tersebut dimaksudkan seperti ini: Tidak ada bukti khusus yang mendukung keberadaan pencipta (tentu saja terlepas dari kepercayaan dogmatif, hal ini memang benar), moral sejati tidak diketahui (karena pada kenyataannya, moral hanyalah bentuk kesepakatan), dan selanjutnya etika sekuler adalah tidak mungkin. Karena itu, nihilisme memandang kehidupan ini tidak memiliki arti dan tujuannya, serta tidak ada tindakan yang pantas dianggap lebih baik daripada tindakan yang lain.










C.  PENUTUP
Kebenaran merupakan sifat yang nyata yang memiliki suatu fakta secara empiris. Kebenaran akan didapatkan oleh seseorang melalui penalaran yang dilakukan oleh manusia untuk memaknai suatu anggapan umum. Kebenaran bukanlah suatu hal yang mudah didapatkan dengan hanya merenung, melainkan dalam penerapannya untuk mendapatkan kebenaran haruslah kita berpikir dan menalarkan apa yang terjadi.
Beberapa jenis pemikiran filsafatmengenaikebenaran :
1)   Rasionalisme
2)   Idealisme
3)   Empirisme
4)   Realisme
5)   Materialisme
6)   Absurdisme
7)   Eksistensialisme
8)   Nihilisme



[1] Mukhtar Latif, Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu, Kencana, Jakarta, 2014. Ed.1 Cet,1 Hal 101.
[2]Abdul rahman saleh, psikologi : (suatu pengantar dalam perspektif islam), prenada media group, jakarta,2004. Hal 225.
[3]Asmoro Akhmadi, Filsafat Umum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Hal 31.
[4]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, Jakarta, 2014. Ed.1 Cet-13. Hal 111.
[5]Muhammad mufid,etika dan filsafat komunikasi, kencana, jakarta, 2009. Ed. 1. Cet.1, hal. 4.
[6]Om pedia, jenis-jenis filsafat,( pengetahuan umum), 21 maret 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Filsafat, Persamaan dan Perbedaan Berfikir Biasa dan Berfikir Filsafat, Jenis-Jenis Filsafat.

Etimologi Konsep Tentang Ilmu (Science), Pengetahuan (Knowledge), dan Scientific Knowledge serta Logika Dan Dogma

MAKALAH RUANG LINGKUP STUDI ISLAM